Makam Rato Ebuh terletak di Desa Polagan, Kecamatan Kota, Kabupaten Sampang.
Komplek Makam Rato Ebuh telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Peringkat Provinsi melalui SK no 188/736/KPTS/013/2017. Komplek makam ini sering disebut dengan nama Komplek Makam Madegan karena pada masa lalu wilayah ini bernama Madegan. Madegan (Sampang) pada periode Majapahit sebagai kademangan/kuwu atau setingkat kawedanan. Hal ini dikaitkan dengan sumber tradisional yang menyatakan bahwa Kyai Demung (Demang) sebelum memindahkan kekuasaan ke Bangkalan, terlebih dahulu berkuasa di Madegan (Sampang). Dengan penduduknya pengolah dan penghasil garam paddheg maka daerah penghasil garam paddheg lazim disebut Pamadegan. Kata Pamadegan diperpendek menjadi Madegan.
Rato Ebuh atau Ratu Ibu diyakini adalah istri dari Pangeran Tengah atau Raden Koro, salah seorang penguasa di Arosbaya. Adapun bangunan masjid di Madegan, Sampang (Komplek Makam Ratu Ibu) adalah Masjid tertua di Madura. Kemudian setelah Ratu Ibu memeluk Agama Islam di Sampang, banyak masyarakat mengikutinya. Dengan demikian sangat mungkin bahwa pendirian masjid di Madegan, Sampang juga atas permintaan Ratu Ibu.
Tinggalan cagar budaya yang dapat dijumpai pada komplek Makam Rato Ebuh adalah :
A. Bangunan gapura.
Gapura berbahan batu putih dengan oreintasi arah hadap utara-selatan dengan pintu masuk berada di sisi selatan dan makam ini menghadap ke selatan. Kanan kiri gapura terdapat sayap dengan hiasan ukel pada bagian tengah sayap dan hiasan kemuncak pada bagian ujung. Pintu gapura memiliki 2 (dua) buah daun pintu yang terbuat dari kayu jati. Daun pintu sebelah kiri terdapat hiasan berupa naga berbadan meliuk yang tertembus anak panah. Diperkirakan hiasan ini merupakan suatu candrasengkala yang dibaca “Naga Kapanah Titis Ing Midi “ berangka tahun 1546 Saka (1624M). Demi pengamanannya daun pintu gapura dilepas dan disimpan di rumah Bapak Munir (seorang juru pelihara makam dimaksud).
Gapura yang berfungsi sebagai pintu masuk ke halaman makam Ratu Ibu ini berbentuk paduraksa dengan memperlihatkan gaya masa klasik Hindu Budha. Gapuro Madegan mempunyai bentuk seperti bangunan candi yang terdiri atas bagian kaki, tubuh, dan atap. Atap gapura bertingkat empat dengan hiasan sulur gelung pada bagian sayap dan antefik di sudut-sudutnya. Ditinjau dari arsitekturnya gapura ini mirip bangunan Candi Bajangratu di Trowulan, Mojokerto.
b. Batur/ Bangunan Makam.
Simetris lurus dengan pintu gapura dalam kelompok ini terdapat bangunan makam yang terdiri dari batur yang tingginya sekitar 75 cm dari permukaan tanah. Batur-batur ini berjumlah 12 (dua belas) buah, diantaranya adalah batur makam utama yaitu Makam Madegan atau Rato Ebuh/Ratu Ibu. Keadaan fisik bangunan makam rata – rata amat memprihatinkan karena sudah melesak, retak dan batu – batunya sudah lepas. Kelompok makam ini terdiri dari 3 (tiga) deretan dengan pola pembagian halaman berderet ke belakang dan tokoh utama berada halaman paling belakang. Pada deretan ini rata-rata kondisinya sudah rusak, termasuk Makam Madegan atau Rato Ebuh/Ratu Ibu gunungannya sudah dilapisi dengan semen. Bentuk jirat makam mempunyai bagian-bagian seperti candi yang terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan atap. Pada bagian atap terdiri atas dua nisan. Di samping kelompok makam yang berada pada kelompok Makam Madegan atau Rato Ebuh/Ratu Ibu, masih ada kelompok makam keluarga lain yang cungkupnya menutup sebagian gapura. Di belakang masjid berjarak kurang lebih 25 m terletak pada bagian sudut sebelah barat laut dalam halaman situs ini terdapat bangunan cungkup. Bangunan cungkup menghadap utara, di dalam cungkup terdapat beberapa makam diantaranya Makam Tjakraningrat yang terbuat dari bahan batu putih.
Lokasi