Candi Badut terletak di Desa Karangbesuki, Kecamatan Dau, Kota Malang.
Candi Badut telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Peringkat Provinsi Berdasarkan SK No. 188/734/KPTS/013/2017 Candi Badut pertama kali ditemukan oleh seorang kontrolir bernama Maurenbrecher dari Kantor Pamong Praja di Malang pada tahun 1921. Pada tahun itu B. de Haan melaporkan tentang Candi Badut dan memugarnya pada tahun 1926. Jacques Dumarçay seorang arsitek Prancis yang menekuni seni bangunan, mengamati bahwa Candi Badut ini pernah dilakukan pemugaran sebanyak dua kali yakni pada abad IX dan Abad ke XIII. Menurut F.D.K Bosch yang berhasil merekonstruksi di atas kertas Candi ini secara utuh, dari seni arsitektur maupun seni arcanya memperlihatkan gaya atau style Jawa Tengah.
Poerbatjaraka mengkaitkan Candi Bandut dengan Prasasti Dinoyo yang berbahasa Sansekerta berhuruf Jawa Kuna bercandrasangkala “Nayana Vayu Rasa” yang artinya berangka tahun 682 Ҫaka atau 760 Masehi. Pada baris kedua prasasti tersebut menyebutkan Raja Gajayana adalah anak Raja Dewasiḿha yang berkuasa dengan arif dan bijaksana menaungi rakyatnya. Pada baris kedua ini juga terdapat kata Liswa yang merupakan nama lain dari Raja Gajayana sebelum menjadi raja menggantikan ayahnya Raja Dewasiḿha. Menurut Poerbatjaraka kata Liswa dalam kamus Sansekerta berarti “ anak komedi (tukang tari) “ bahasa Jawa yang artinya “ Badut “. Pada baris keempat Prasasti Dinoyo disebutkan bahwa Raja Gajayana dari Kerajaan Kañjuruhan mendirikan bangunan suci (kuil) yang amat indah untuk Sang Resi Agung (Maharsibhawana) dengan sebutan Walahajiridyah. Di samping itu disebut juga peresmian dan penempatan Arca Agastya baru terbuat dari batu hitam sebagai pengganti Arca Agastya lama terbuat dari kayu cendana yang sudah lapuk. Selain itu Sang Raja Gajayana menghibahkan tanah, lembu, budak, perlengkapan sesaji, mengadakan upacara persembahan kepada Sang Resi Agung.
Candi Badut berdenah bujur sangkar dengan ukuran 11 X 11 meter dengan ukuran halaman candi seluas 52,4 x 52,4 m dan bahan dasar batu andesit dengan arah hadap ke barat, hal ini ditandai dengan pintu masuk pada sisi barat bagian candi. Terdapat tangga naik dengan ujung akhir pipi tangga berhiaskan kãla-makara. Kepala kãla tanpa rahang bawah.
Bagian tubuh candi terdapat relung-relung sebagai tempat arca. Hanya satu relung yang masih berisi arca yaitu Arca Durgā Mahaśāsuramardinī di relung sebelah utara, relung selatan dan timur kosong. Pada bilik candi (garbhagrha) terdapat Lingga yang masih utuh sedangkan Yoni sudah rusak. Berdasarkan bukti-bukti tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Candi Badut berlatar belakang agama Hindu-Siwa.
Pada bagian atap Candi Badut tidak dapat direkonstruksi kembali bentuknya. Hingga saat ini bagian atap tetap dibiarkan terbuka sesuai dengan kondisi aslinya. Menurut data sejarah Candi Badut terdiri dari tiga halaman yaitu : halaman inti (tempat Cagar Budaya); halaman II dan halaman III.
Candi Badut memiliki nilai penting bagi sejarah peradaban di Nusantara khususnya di Jawa Timur karena merupakan salah satu bukti tertua peradaban Hindu di Jawa Timur. Candi Badut meupakan salah satu bukti penanda awal munculnya agama Hindu Syiwa di Jawa Timur. Dari segi bangunan Candi Badut juga memiliki keistimewaan karena memiliki gaya banguna dan bentuk ragam hiasnya menunjukkan langgam Jawa Tengah meskipun secara wilayah berada di Jawa Timur.
Lokasi